![]() |
Ilustrasi jamur (Sumber: Krzystof Niewolny via unsplash.com) |
Di sebuah negeri di dunia ketiga bernama Funginesia. Pagi hari jadi hari
sibuk bagi rakyat fungi (sapaan akrab kingdom lain untuk menyebut masyarakat
Funginesia) dari empat distrik yaitu Zygomycota, Ascomycota, Basidmycota, dan
Deuteromycota. Masing-masing rakyat di empat distrik terlihat sibuk menyiapkan
hari. Menata banyak persiapan untuk bereproduksi bagi fungi dewasa, hingga mengikuti
pelatihan menginang bagi fungi remaja.
Ada satu program wajib Funginesia yang diterapkan untuk rakyatnya,
fungi-fungi muda dididik para tetua untuk merantau di dunia pertama agar sukses
menginang. Mereka yang berhasil mencapai prestasi menjadi parasit, baik obligat
dan fakultatif, akan ditempatkan di jabatan pemerintahan. Mereka yang kembali
sebagai saprofit akan dianggap sebagai masyarakat jelata yang umumnya bertahan
hidup dengan bantuan sosial negara.
“Hahhh, meresahkan sekali,” keluh Ceos, fungi muda dari Klan Mycosporium.
Saat ini para remaja fungi sedang berkumpul di sebuah gedung milik negara. Gedung
tersebut merupakan sequoiadendron giganteum tua yang sudah tak
beregenerasi. Pohon ini dibawa para leluhur Funginesia dari salah satu negara
bagian di dunia pertama bernama California. Di masa kejayaannya, tumbuhan yang akrab
disapa Giant Sequoia ini menempati posisi pohon terbesar di dunia pertama
dengan volume sekitar 1.487 meter kubik. Tapi kini, telah mati dan dijadikan
tempat bersejarah bagi rakyat fungi.
“Tenanglah, Ce. Klanmu terkenal sukses menginang pada makhluk di negara
dunia ketiga bernama manusia. Bahkan kabarnya, menteri sumber daya fungi di
negeri ini pernah menginang hingga mengekspansi 80% tubuh makhluk itu,” hibur
Astre, jamur muda dari Klan Aspergillus Fumigatus. Klannya terkenal sukses
menginang di paru-paru burung.
Tak hanya Ceos dan Astre, di kelompok yang sama terdapat fungi muda lain
bernama Fura, dari Klan Fusarium. “Apa namanya? Kalau tidak salah para manusia
menyebut ‘Kurap’ untuk prestasi Pak Menteri tersebut, ya?” tanya Fura
memastikan yang dibalas Astre dengan anggukan.
Kata-kata Astre dan Fura tak banyak membantu Ceos. Ia tetap membiarkan
pikiran buruk-buruk itu hinggap di tiap inci hifa di tubuhnya. “Aku hanya
merasa terbebani, kakak-kakakku bisa sukses menginang, ibuku jadi menuntut pada
aku si anak terakhir untuk sama seperti mereka. Aku hanya takut kembali dan
bertahan dengan bantuan sosial yang akan membuat hidup keluargaku dipandang
rendah.”
Fura dan Astre saling pandang. Sejujurnya, kekhawatiran sejenis juga mereka
rasakan. Sebagai fungi yang tumbuh dari keluarga dengan track record bagus
soal menginang, wajar jadi beban bagi fungi muda dari klan-klan tersebut. Ada
nasihat populer dunia pertama yang dibawa leluhur Funginesia mengenai ucapan
adalah sesuatu yang bisa saja terjadi. Baik Astre, Fura, apalagi Ceos tidak mau
itu jadi kenyataan.
Tak mau tumbuh jadi pesimis, Astre mencoba menyemangati kawannya dengan
melihat sekitar. “Kalian lihat di sana, si kembar dari klan Penicillium.” Fure
dan Ceos mengikuti arah pandang Astre. Sekitar 15 meter dari tempat mereka
duduk saat ini, fungi muda dari Klan Penicillium Notatum juga Penicillium Chrysogenum
membentuk kelompok seperti mereka. Terlihat tengah berdiskusi sesekali tertawa.
Astre teringat cerita para tetua tentang klan tersebut. “Kalian tahu?
Takdir dari klan mereka tidak sebaik histori klan kita. Kebanyakan Klan
Penicillium memilih abadi di dunia pertama, hidup berdampingan bersama manusia dan
rela mengubah diri menjadi zat antibiotik. Hanya dua belas persen yang kembali,
itu pun karena tidak bisa menginang.” Fura dan Ceos sontak bergidik ngeri. “Ya,
dan aku tidak mau seperti mereka,” ujar Ceos.
“Kau lihat mereka tetap tertawa, padahal takdir seolah sudah tertebak akhir
apa yang mereka akan dapatkan. Kita dengan histori klan yang bagus, untuk apa
cemas berlebihan?” Tanya Astre diikuti anggukan Ceos.
Fura pun ikut menyetujui ucapan Astre, “Benar juga, lagi pula tujuanku ada di sini untuk ikut pelatihan agar aku sukses menginang pada tumbuhan di dunia pertama. Begitupun dengan kalian! Kalau begitu, kita harus bersemangat mengikuti pelatihan ini!” Semangat Fura yang membara ternyata langsung menular pada Ceos.
“Ayo! Kita pasti bisa!”
….
Semua fungi muda diarahkan memasuki ruangan-ruangan yang telah dibagi
berdasarkan klan dengan bidang keahlian masing-masing. Ceos, Astre, dan Fura
ikut berkeliling mencari kelas mereka. Di antara ketiganya, Ceos terlihat
paling lelah. “Kenapa kelas harus dibagi perklan, sih? Ada ratusan kelas di
sini, aku lelah mencari.” Ketiganya terus berjalan di lorong Giant Sequoia yang
memiliki wangi khas kayu mati.
Beberapa kelas dari klan lain sudah dimulai sejak Presiden Funginesia selesai memberi sambutan. Dari lorong yang menengahi banyak ruang kelas, mereka bisa melihat sekilas aktivitas fungi yang tengah menerima materi.
Ada satu yang
menarik perhatian dari kelas milik Klan Psilocybe Cubensis. Sebuah monitor
berukuran besar dipasang di depan kelas. Semua fungi muda di klan tersebut
sibuk menyimak dan sesekali mencatat.
“Lihat, kalian mengerti apa yang mereka tonton sekarang?” Tanya Fura yang tengah mengintip dari jendela kelas. “Hahahahah,” sontak tawa terdengar dari ketiganya yang belum lama turut menyimak tontonan. Situasi ini langsung dibalas “Sssstttt!” oleh beberapa penghuni kelas yang merasa terganggu.
“Kalian tahu? Dokumenter
alien berkepala banteng yang perutnya meledak mengeluarkan lelehan keju
mozarella khas malang ini adalah pelajaran penting bagi klan mereka,” papar
Astre berbisik. “Bagaimana bisa?” balas Fura tak percaya.
“Ketika masuk ke tubuh manusia, tugas mereka adalah membuat para manusia
bertingkah aneh. Jadi pelajaran ini menentukan efek apa yang akan mereka
ciptakan.” Di antara ketiganya, memang Astre lah yang paling sering membaca dan
mendengar cerita dari para tetua. “Ah,
aku tau! Makhluk di dunia pertama
memberi sebutan mereka Magic Mushroom ‘kan?” pekik Ceos.
“Tumben kau pintar, Ce! Hahahaha,” balas Fura meledek.
Sadar waktu terus berjalan, Astre mengingatkan kawan-kawannya.
“Sudah-sudah, kita telah ketinggalan 45 menit materi hanya untuk mencari kelas.
Ayo, kita harus menemukan ruang kelas.” Ketiganya pun kembali fokus pada tujuan
utama, mencari kelas. Setelah satu per satu kelas ditemukan, mereka saling
berpamitan. Selama enam bulan ke depan mereka akan sibuk dengan pelatihan
masing-masing.
…
Enam bulan berlalu, acara Pelepasan Fungi Muda ke Dunia Pertama di peron
perbatasan dunia akhirnya diselenggarakan. Di acara ini Ceos, Astre, dan Fura bertemu
kembali. Ceos lantas melambai pada Astre dan Fura lalu menghampiri keduanya.
“Wah, kalian terlihat lebih dewasa! Lihatlah pileus milik kalian yang kini
lebih bervolume!”
“Ini berkat menyimak pelajaran dengan sangat khusyuk, Ce!” jawab
Astre diikuti kekehan Fura.
“Beberapa jam lagi kita akan memulai pertarungan, mari berdoa agar kita
sukses menginang,” lanjut Astre. Ketiganya pun terlibat dalam obrolan yang
cukup serius tentang strategi menginang di dunia pertama.
Setelahnya, semua fungi muda dipinta berbaris untuk mengantre giliran menyeberangi peron. Beberapa keluarga dari fungi muda yang turut mengantar terlihat meneteskan air mata. “Ah, aku benci perpisahan seperti ini, seolah-olah kita tidak akan kembali,” ujar Fura dengan wajah sendu.
Melihat kesedihan Fura dan
Ceos, Astre sontak menetralkan suasana, seperti biasa. “Tenanglah, kawan. Kita pasti
akan baik-baik saja dan bisa kembali dengan membawa cerita heroik,” ujar Astre
yang langsung dibalas pelukan oleh Fura dan Ceos.
…
Lima tahun kemudian di Funginesia.
“Mari kita sambut, keturunan hebat dari Klan Mycosporium yang berhasil
menginang pada 90% tubuh manusia, memecahkan rekor yang sebelumnya dipegang
oleh Kepala Menteri Sumber Daya Fungi, ini dia… Ceosporium!”
Ribuan orang yang hadir di aula gedung Giant Sequoia bertepuk tangan. Ceos langsung naik ke sasana aula mengenakan selempang bertuliskan Penginang Terbaik Funginesia Angkatan 3.726. Semua yang mengenal Ceos meneriaki namanya, tak terkecuali sahabat karib Astre dan Fura. Siapa yang sangka, fungi yang dulu mereka kenal sebagai sosok pesimis dan takut dengan kehidupan kini menyandang predikat Penginang Terbaik.
Ceos mengangkat piagam yang diserahkan
langsung oleh Presiden Funginesia tinggi-tinggi. Dengan senyum lebar, ia
memandang ribuan orang di aula ini dengan bangga. “Aku berhasil!”
teriaknya dalam hati.
“Kau hebat, Ceos!” Astre dan Fura menghampiri Ceos yang baru saja turun dari sasana.
“Aku bersyukur sekali. Inangku salah seorang pejabat pemerintahan di salah
satu negara dunia pertama. Kalian tahu? Awalnya aku bingung, mengapa prestasi
ini disyukuri banyak manusia di negaranya. Mereka bahkan menyebut-nyebut karma
karena memakan uang negara,” cerita Ceos semangat.
Mendengar Ceos, Astre lantas teringat akan kisah menginangnya. “Wah, aku
juga merasakan kebingungan yang sama. Tadinya kupikir manusia itu aneh, inangku
seekor unggas, aku berhasil melumpuhkan dengan menghuni paru-parunya. Tapi
manusia malah senang. Rupanya inangku hidup membawa penyakit yang akan membahayakan
mereka.”
“Ternyata kalian tak hanya sukses sebagai penginang, tapi juga pahlawan di
dunia pertama, ya?” Ujar Fura. “Bukankah kau juga?” tanya Astre yang dibalas
Fura dengan senyum malu. “Memangnya Fura kenapa?” tanya Ceos.
“Ah, tidak seheroik kalian. Aku hanya berhasil menyelamatkan sekelompok
pendaki yang tersesat di salah satu gunung. Mereka bisa saja mati jika aku tak
menginang pada tumbuhan beracun yang hampir mereka makan,” cerita Fura bangga.
“Wah, kau hebat Fura! Para manusia itu pasti berterimakasih padamu.”
“Pada akhirnya, permintaan Astre terwujud. Kita berhasil kembali dengan
prestasi. Bahkan prestasi kita juga disyukuri manusia,” ujar Ceos sembari
merangkul keduanya.
“Ayok kita ke rumahmu segera, kudengar ibumu memasak banyak makanan enak,”
ajak Astre.
“Hahahaha, ayo!”
Catatan Penulis: Cerpen ini telah diterbitkan oleh Alinea Publishing dalam buku berjudul 'Parasit'
Komentar
Posting Komentar