![]() |
Sumber: Instagram @anakanakzaman_official |
Waktu menunjukkan pukul 23.16 WIB, lewat enam belas menit dari jam tidur yang saya punya. Namun, tangan rasanya gatal ingin menulis curhatan berkedok ulasan ini. Sebelum melanjutkan, sebagai informasi saya bukan seorang pengulas lagu. Hanya penikmat yang kebetulan tengah dibuat jatuh hati dengan grup musik yang baru saja merilis video lirik lagu di Youtube pada 24 Maret kemarin.
Lagu Akar Tumbuh dari Anak-Anak Zaman X Sanggar Akar Tumbuh menambah koleksi khayalan saya tentang kehidupan. Seperti biasa, musik sederhana tapi kompleks, dipadu juga dengan diksi-diksi sederhana tapi penuh akan makna, bagi saya jadi misteri yang belum terpecahkan dari karya AAZ. Bagaimana mereka bisa secara jenius merangkai semuanya menjadi hal yang begitu mudah disimak, tapi di saat yang sama butuh konsentrasi lebih untuk sekadar menemukan jawaban dari satu pertanyaan “apa”?
Apa yang ingin disampaikan?
Setelah berkali-kali memutar video lirik Akar Tumbuh, saya menemukan kuncinya. Untuk memahami lagu sederhana tapi rumit tersebut, saya perlu meminjam sudut pandang anak-anak.
Saya tak perlu memahami hubungan akar dan tanah berdasarkan ilmu pertanian. Bahwa tanah adalah tempat tumbuhnya tanaman. Bahwa tanah memiliki peran menyimpan persediaan udara untuk pernafasan akar dan kehidupan mikroorganismenya. Bahwa tanah diberikan karunia oleh Yang Maha Esa memiliki unsur hara yang berguna bagi tanaman. Atau kemudian memahami bahwa tanah menyimpan air untuk melarutkan unsur hara agar bisa diserap tanaman.
Jika saya mencoba memahami Akar Tumbuh melalui pemahaman tersebut, maka pemahaman saya berhenti pada pikiran dasar bahwa akar dan tanah adalah hanya ada.
![]() |
Lirik Akar Tumbuh (Sumber: Youtube Anak-Anak Zaman) |
Tentang Tanaman
Sewaktu masih menjadi benih, biji-bijinya terlihat kuat tapi tidak akan cukup. Mereka perlu dihidupkan. Sewaktu berupa bibit, ukuran tanaman sangat kecil, terlihat rapuh dan rasanya perlu segera diselamatkan. Di tanam di tanah, lalu dirawat penuh cinta. Mungkin hanya disiram dan sesekali diajak berbicara. Namun sering juga orang dewasa memberi asupan tambahan bernama pupuk.
Selama proses panjang bibit menjadi pohon, rasa penasaran selalu beriringan dengan sabar. Menanti-nanti kira-kira bibit ini akan tumbuh seperti apa? Kekhawatiran pun muncul. Apa pohon ini tidak akan tumbuh? Apa mereka akan sakit? Apa tinggi mereka akan menyamai atau melampaui pohon-pohon dewasa? Apa mereka akan menunjukkan bunga yang cantik atau memberikan buah yang enak dimakan? Dan banyak pertanyaan “apa” lainnya.
Ternyata di dalam sana, kekhawatiran itu bergantung pada yang tidak terlihat di permukaan.
Geliat akar sedang menggelora seiring obrolan ringan manusia di atasnya. Meredakan rasa haus lewat air-air yang dituangkan. Menyerap vitamin-vitamin untuk kemudian diberikan pada daun melalui batang.
Akar itu tumbuh bersama tanah. Karena sedari bayi tanah selalu ada, akar sering merasa bahwa tanah adalah bagian dari dirinya, tidak mengenal bahwa tanah adalah sosok lain yang sedang membantunya. Namun, tanah dengan senang hati menerima akar. Sebab kepolosan akar memberi keceriaan. Mengingat kehidupan tanah sebelumnya adalah kekosongan.
Kepolosan akar tak hanya dengan tanah. Kepada sesama akar, mereka bisa saling merangkul walaupun tak saling mengenal seperti apa wajah mereka di atas sana. Masih sama, antar akar hanya senang berbagi keceriaan.
Hal tersebut mengingatkan saya pada pohon kopi. Keunikan rasa kopi pun bisa dipengaruhi pada pohon lain yang tumbuh di sekitarnya. Ini karena pohon kopi dan pohon di sekelilingnya saling berbagi mineral yang sama.
Lalu berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Akar semakin dewasa. Semakin mengakar ke dalam-dalam sana, ke bagian tanah yang sudah dihuni oleh makhluk yang belum pernah mereka temui sebelumnya. Menghadapi banyak hal kemudian menjadi dewasa. Sampai tiba tanaman tumbuh menjadi pohon seutuhnya. Bukan lagi si Benih yang kuat tapi tidak cukup. Bukan pula si Bibit yang tumbuh tapi terlihat rapuh.
Hingga tiba waktu tanaman menjadi pohon utuh. Pohon si pemberi harapan panjang bagi makhluk bumi lainnya. Mengabulkan banyak do’a yang sering dipanjatkan manusia. Atau bahkan memberi kehidupan layak bagi makhluk yang masih direncanakan keberadaannya.
Begitu kiranya Akar Tumbuh menjadi harapan berupa gambaran kehidupan anak-anak. Tak hanya Akar Tumbuh, tapi banyak lagu-lagu mereka punya rumus yang sama untuk dimengerti, yaitu dipahami dari sudut pandang anak-anak. Beberapa lainnya dari sudut pandang masyarakat.
Mungkin karena lagu-lagu ini hidup dari mengamati anak-anak, maka ketika mendengar lagu dan memperdalam nada demi nada juga kata demi kata, khayalan yang muncul adalah potongan gambar tiap interaksi di sebuah sanggar atau rumah belajar. Sesekali khayalan ini berimprovisasi, menampilkan suasana ramai di lapangan dengan beberapa kelompok anak yang tengah melakukan banyak hal menyenangkan.
Tak hanya itu, bahkan ketika melihat artwork yang terlihat dalam video, saya juga turut merasa puas. Sampul lagu ini saya maknai sebagai bentuk keceriaan dan kepolosan. Kumpulan goresan dalam satu kotak persegi cukup menjelaskan bagaimana Akar Tumbuh memiliki pesan tersirat dan tersurat tentang kehidupan anak-anak.
Harus diakui, Anak-Anak Zaman dan Sanggar Akar Tumbuh berhasil menyenangkan ego saya untuk memiliki khayalan manis tentang anak-anak.
Bagaimana Saya Mengenal
Subjudul di atas mungkin bukan bagian pokok dari tulisan berjumlah 1137 kata ini. Namun sejatinya, alasan saya mengenal Anak-Anak Zaman bisa menjawab pertanyaan mengenai cara pandang saya terhadap karya-karya mereka.
Belum lama, sekitar 4 bulan yang lalu saya bertemu dengan semua anggota, manajer, hingga tim dokumentasi Anak-Anak Zaman. Anggaplah pertemuan ini jadi awal mula perkenalan saya terhadap AAZ dan cikal bakal mengapa hampir tiap hari potongan lagu Kemarau, Matahari, Anak-Anak Zaman, atau Apa Kabar Sungai bermain di kepala. Tidak dikehendaki, tetapi memang secara tiba-tiba hadir ketika berpapasan dengan unsur-unsur yang jadi tema lagu-lagu tersebut.
Semua orang yang terlibat dalam Anak-Anak Zaman sangat menyenangkan. Masing-masing punya karakteristik yang ternyata sangat berpengaruh dengan karya, penampilan, bahkan cara berkomunikasi kepada mereka yang mengenal AAZ. Mengingatkan saya sekali lagi tentang cara memahami kehidupan dan pertemanan yang lebih lengkap tetapi tidak menjemukkan.
Baru setelahnya rasa penasaran muncul untuk mendengarkan lagu-lagu AAZ. Lagu berjudul Matahari menjadi produk lisan AAZ yang paling membuat saya emosional. Sembari melihat video musiknya, saya menangis sesenggukkan. Merasa terharu tapi juga sedih tidak karuan.
Pertama kali saya menyaksikan penampilan secara langsung AAZ dalam acara Anniversary 7th Paguyuban Pengajar Pinggir Sungai (P3S). Malam itu Rizal Gopek (vokal dan memainkan alat musik tiup), Nata (gitar, ukulele), Bara (drum), Vikrismon (biola), Irwan John (bass) memainkan banyak lagu mereka maupun hasil kolaborasi dengan musisi lainnya. Akar Tumbuh juga dibawakan saat itu.
Dari acara tersebut saya menyadari beberapa hal. Bahwasanya baik AAZ maupun orang-orang yang terlibat telah berhasil membuat karya dengan sederhana tetapi penuh makna. Bahwasanya, Anak-Anak Zaman dan banyak pihak yang saat itu hadir berhasil menciptakan ekosistem yang menyenangkan. Bahwasanya lingkungan di mana AAZ tumbuh memiliki kepekaan terhadap sekitar dan secara produktif merancang karya yang dibuat berdasar realita. Bahwasanya di hari itu pula saya menemukan banyak manusia yang bahagia dengan hal-hal sederhana.
Mungkin karena mereka hanya Tukang Cerita, maka lagu-lagu yang ada bisa begitu berkesan bagi saya yang lebih senang mendengarkan cerita.
Dalam waktu dekat, kabarnya Anak-Anak Zaman akan merilis album kedua. Tentu saya tidak sabar menantikan hal baru apa yang bisa saya pelajari dari mereka. Berharap, album kedua ini bisa sukses dirilis dan kembali memberikan kepuasan bagi para pendengarnya.
Saya juga berharap, Anak-Anak Zaman bisa meresmikan sebuah nama untuk penggemarnya. Agar dengan bangga bisa saya sematkan di belakang nama xixixixi~
Gak deng, bohong!
Asik nih ulasannya :D
BalasHapusXixixixi terima kasih, Mas!
Hapus