![]() |
Beberapa pekerja di BUMDes Mukti Lestari tengah memilah sampah (Foto: Rieka Yusuf) |
Menjadi petani berarti siap hidup dalam ketidakpastian. Masa panen yang hanya empat kali dalam setahun pun belum tentu menjanjikan. Alam jadi penentu, baik untuk petani pemilik lahan maupun buruh sama-sama berharap kesejahteraan.
Berbagai persoalan agraria
memotivasi pihak tertentu untuk berkontribusi pada kesejahteraan petani.
Seperti Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Mukti Lestari yang turut menginisiasi
solusi dari berbagai persoalan melalui program Konservatif Poncosari (Konco)
Pilah dan Konco Perdagangan.
![]() |
Sarinten tengah berisitirahat di bawah terpal pada saat memanen padi (Foto: Rieka Yusuf) |
Ia adalah Sarinten, wanita
berumur 55 tahun asal Poncosari, Bantul, yang tengah beristirahat sembari
meminum teh manis di bawah traktor sawah dengan terpal sebagai penutupnya.
Minggu ini adalah waktu panen padi di sawah tempatnya bekerja sebagai buruh. Di
musim panen, ia harus menyerit padi dengan mesin untuk mendapatkan gabah.
Bersama sang pemilik lahan dan satu buruh lainnya, dalam sehari sebanyak 50
kruk padi berhasil dipisahkan dari gabahnya.
Di usianya yang tak lagi muda,
menjadi petani adalah satu-satunya pilihan untuk mendapatkan uang di sebuah
desa. “Ya, yang muda kan pada keluar (kota atau negeri), yang seperti saya di
sini memang biasanya bertani,” ujarnya. Berkat menjadi buruh tani, meski tanpa
suami ia berhasil menyekolahkan kedua anak perempuannya hingga tamat SMA. Kini,
kedua anaknya sudah berkeluarga dan masing-masing memiliki dua anak.
Tak jauh dari tempat Sarinten
bekerja, terdapat sebuah bangunan berwarna biru di antara hamparan sawah.
Masyarakat mengenal bangunan tersebut sebagai Tempat Pemilahan Sampah milik
BUMDes Mukti Lestari. Hubungan baik terjalin antara petani dengan pengurus
Mukti Lestari. Limbah panen jerami kerap kali digunakan pihak BUMDes untuk
membuat pupuk kompos. Sedangkan para petani diizinkan menyerit padinya di
halaman depan bangunan seluas 200 m2 tersebut.
BUMDes yang baru 2 bulan
efektif berjalan ini memiliki tiga sub program, yaitu: Konco Pilah yang
berkaitan dengan pengelolaan sampah; Konco Plesir terkait potensi pariwisata di
Poncosari; dan Konco Perdagangan yang memanfaatkan potensi ekonomi masyarakat
sekitar. Berawal dari pemilahan sampah pada program Konco Pilah, sampah organik
dimanfaatkan membuat pupuk cair dan kompos. Melalui pupuk organik tersebut,
BUMDes Mukti Lestari mencoba untuk memberikan solusi bagi para petani yang
terbiasa menggunakan pupuk kimia.
“Program pupuk kompos ini
masih dalam proses produksi, jadi memang belum dipasarkan. Mengingat pembuatan
pupuk organik ini memerlukan waktu lebih, dan cukup banyak petani di daerah
sini, jadi biar saat dipasarkan itu kebagian semua, makanya dikumpulkan dulu,”
jelas Riefkiana. Menurut salah satu pengurus BUMDes tersebut, ini adalah sebuah
inovasi pihaknya dalam mendukung kesejahteraan para petani Poncosari.
Penerapan ekonomi melingkar
menjadi motto BUMDes Mukti Lestari dalam melaksanakan programnya. Menurut Hermitianta Prasetya Putra selaku
Direktur BUMDes Mukti Lestari, jika pola pikir lama berorientasi pada sistem
ekonomi linear yang hanya sebatas membeli, pakai, lalu buang sudah tidak
relevan, penerapan ekonomi sirkular bisa jadi solusi.
“Awalnya kan masyarakat
membeli, menggunakan, lalu berakhir jadi limbah. Limbah ini kita kelola, yang
organik bisa jadi pupuk misalnya, lalu kembali digunakan oleh petani, tentu
akan lebih efisien,” jelas Hermit. Ia juga menambahkan apabila program tersebut
bisa berjalan dengan baik, mungkin saja tidak akan ada sampah organik yang
berakhir hanya di tempat pembuangan.
Selanjutnya, penggunaan pupuk
organik oleh para petani dapat menghasilkan beras organik. Organik kemudian
dikomodifikasi untuk memberikan nilai tambah pada suatu produk. Seperti beras
organik yang memiliki keunggulan dibanding beras yang ditanam menggunakan pupuk
kimia.
Pada tahap ini, BUMDes Mukti
Lestari memiliki tujuan untuk merealisasikan program Beras Sehat Poncosari.
Penambahan identitas Poncosari tentu bisa mengangkat berbagai potensi yang
dimiliki oleh daerah ini. Secara tidak langsung, program demi program menjadi
strategi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Poncosari.
Dilansir dari Kompas.com,
menurut Sekretaris Jenderal Himpunan
Kerukunan Tani Indonesia, Bambang Budi Waluyo mengatakan setidaknya ada 5 permasalahan yang
dihadapi petani Indonesia. "Masalah pertama adalah permodalan, lahan
makin sulit, teknologi pertanian modern, persoalan pupuk, dan terakhir soal
pemasarannya," ujar bambang.
Dari 5 permasalahan tersebut, BUMDes Mukti Lestari setidaknya mampu memberi
solusi untuk 2 poin terakhir.
Modal kerap kali jadi
permasalahan bagi petani untuk memulai proses penanaman padi. Berbagai lembaga
peminjaman modal di bank masih dianggap menyulitkan petani. Oleh karena itu,
banyak dari mereka memilih melakukan peminjaman di non-bank karena prosedur
yang lebih mudah meskipun dengan suku bunga yang lebih tinggi. Sedangkan
persoalan lahan dan teknologi adalah hal yang tak bisa dihindari para petani
seiring dengan adanya perkembangan.
Keberadaan pihak-pihak yang
memiliki visi untuk kemajuan masyarakat seperti BUMDes jadi jembatan untuk
menyadarkan petani dari berbagai persoalan. Solusi yang ditawarkan Mukti
Lestari bisa jadi sangat menguntungkan bagi petani maupun warga di Poncosari.
Tak hanya menyasar pada kesejahteraan petani, pemanfaatan limbah warga dan
pelestarian potensi wisata daerah juga turut serta dilakukan.
Nampaknya, peran BUMDes di
berbagai desa adalah hal penting untuk mengatasi birokrasi yang acapkali
memiliki kontrol lemah terhadap program-program pemerintah desa. Meskipun tetap
merupakan lembaga pencari profit, BUMDes mengedepankan aspek kesejahteraan
bersama. Jika sinergitas antara birokrasi, BUMDes, dan masyarakat terjalin
dengan baik, menjadi hal yang sangat mungkin bagi suatu desa tumbuh dan
berkembang pesat dengan memanfaatkan potensinya. (Rieka Yusuf)
Komentar
Posting Komentar