Langsung ke konten utama

Bagaimana Jika Rieka Menjadi Editor?

 

Ilustrasi penyuntingan (sumber: pexels.com)

Tulisan ini tidak akan memberikan informasi krusial, melainkan sekedar bentuk validasi diri dari sebuah pertanyaan. Sejak tiga tahun terakhir sampai sekarang, kenyataannya saya masih punya keinginan untuk menjadi seorang editor. Entah penyunting berita, naskah, atau buku?

Lalu, apa yang saya miliki sebagai modal menawarkan diri untuk jadi editor?

Sebagai mahasiswi jurnalistik yang juga menekuni bidang tulis-menulis di lembaga pers mahasiswa jurusan, saya memiliki kepekaan dalam melihat sebuah tulisan. Kepekaan tersebut membantu saya lebih detail mengetahui alur, gaya penulisan, hingga maksud yang ingin disampaikan si penulis. 

Kepekaan ini pula yang mendukung kemampuan saya dalam membuat tulisan menjadi lebih terstruktur, informatif, dan menarik dibaca. Terbiasa melakukan aktivitas menulis di berbagai topik, juga membuat saya lebih mudah beradaptasi dengan tulisan di banyak bidang. Pengalaman menjadi pemimpin redaksi, penyunting magang untuk media musik, hingga asisten dosen untuk mengoreksi tugas penulisan berita mahasiswa adalah bentuk konkretnya.

Saya pribadi yang menyukai tantangan. Saya senang membaca hal baru lalu mengaplikasikannya pada apa yang sedang dikerjakan. Saya suka melakukan pengembangan ide tulisan hingga menjadi bidan bagi penulis untuk melahirkan karyanya. Hal yang juga saya sukai terutama ketika melakukan proses penyuntingan adalah verifikasi informasi maupun diksi. 

Selain menjadi akrab dengan KBBI V beserta PUEBI daring, saya gemar menemukan kata menarik yang asing di mata dan pikiran. Seperti ketika membaca cerita Aroma Karsa milik Dee Lestari yang berhasil mempertemukan saya dengan 202 kata baru. Saya juga suka melakukan pengamatan sederhana, seperti analisis mengenai citra perempuan di novel Gadis Kretek.

Tulisan pendek berisi 8 paragraf tidak kompleks ini mungkin nantinya akan diadopsi jadi sebuah surat lamaran atau pengantar pada CV. Sedikit menekankan hal yang saya punya atau bisa jadi pemicu dari pengembangan diri selanjutnya?

Terima kasih sudah membaca. Sekian.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dongeng di Negeri Funginesia

Ilustrasi jamur (Sumber: Krzystof Niewolny via unsplash.com) Di sebuah negeri di dunia ketiga bernama Funginesia. Pagi hari jadi hari sibuk bagi rakyat fungi (sapaan akrab kingdom lain untuk menyebut masyarakat Funginesia) dari empat distrik yaitu Zygomycota, Ascomycota, Basidmycota, dan Deuteromycota. Masing-masing rakyat di empat distrik terlihat sibuk menyiapkan hari. Menata banyak persiapan untuk bereproduksi bagi fungi dewasa, hingga mengikuti pelatihan menginang bagi fungi remaja. Ada satu program wajib Funginesia yang diterapkan untuk rakyatnya, fungi-fungi muda dididik para tetua untuk merantau di dunia pertama agar sukses menginang. Mereka yang berhasil mencapai prestasi menjadi parasit, baik obligat dan fakultatif, akan ditempatkan di jabatan pemerintahan. Mereka yang kembali sebagai saprofit akan dianggap sebagai masyarakat jelata yang umumnya bertahan hidup dengan bantuan sosial negara. “Hahhh, meresahkan sekali,” keluh Ceos, fungi muda dari Klan Mycosporium. Saat i...

Modernisasi Teh jadi Daya Tarik Pasar Sempit

Teh hijau mawar di dalam poci (Foto: penulis) Dalam legenda Kaisar Shen Nung, teh ditemukan di Cina sekitar 5000 tahun yang lalu. Asal mula teh juga dikisahkan dalam legenda India melalui cerita biarawan Bodhidharma. Kini, teh tak hanya jadi bagian dari sejarah dan budaya. Teh telah menjelma menjadi komoditas dengan hasil akhir minuman penuh kreatifitas.          Tak ada hari tanpa minum teh. Begitu demikian yang diakui Nur Winarni, wanita paruh baya berusia 54 tahun asal Jogja. Kegiatan memasak air panas dan teh tubruk Jawa berjenama Djatoet mengawali aktivitasnya di pagi hari. Jika tersedia, ia akan menikmatinya dengan beberapa potong biskuit. Jika tidak, satu gelas teh jawa bercampur satu sendok makan gula pasir tersebut tetap dinikmatinya dengan khusyuk.          “Setiap hari pasti minum teh manis panas. Kalau gak minum rasanya pusing, seperti gak punya energi,” ujarnya. Kebiasaan minum teh sudah dilak...

de Ngokow, Permata Tersembunyi di Yogyakarta

  Suasana de Ngokow yang terletak di Pendopo nDalem Pujokusuman Pendopo nDalem Pujokusuman merupakan tempat bersejarah milik Sultan Hamengkubuwono VIII. Sebuah cagar budaya yang pernah menjadi markas gerilya bangsa Indonesia kini disulap menjadi tempat nyaman untuk bercerita. Ini adalah hal unik sebab modern dan tradisional menjadi konsep yang bersatu padu. Sebuah kesatuan seimbang yang jarang ditemui pada banyak kafe. de Ngokow Coffee Roastery and Tea Club adalah pelakunya. Yogyakarta dipilih menjadi cerita ke-8 dari usaha yang lahir sejak tahun 2012. Kini, de Ngokow telah memiliki 6 cabang di 4 kota besar Indonesia dan masing-masing 1 cabang di Belanda juga Belgia. Selayaknya bisnis food and beverage lainnya, sajian seperti kopi, teh, makanan berat, hingga makanan ringan pun tersedia. Seperti V60 Levitation yang menjadi salah satu menu andalan. Kopi hitam yang teknik pembuatannya dikembangkan lagi oleh barista de Ngokow ini bahkan telah menjuarai Festival Kopi Indonesia Champ...